Kesan selama liburan
Poelang Kampoeng 1436H (part 1)
Waktu libur yang lebih kurang dua bulan telah berakhir. Masa
liburan terpanjangku sejak tiga tahun terakhir. Wajarlah, karena selama ini
Cuma bisa berkumpul dengan orang tua setahun dua kali, itupun Cuma dalam waktu
dua minggu saja. Banyak hal yang bisa dipetik menjadi pelajaran buatku. Salah
satunya, ya munculnya motivasi untuk menjadi yang lebih baik demi menjadi
pemenang dihatinya J. Yah... apalagi kalau bukan kesan yang terjadi di tanggal 2
syawal kemaren. Meskipun tak boleh terlalu berharap, tapi semangat ini harus
terus dijaga agar kejadian terjun bebas nilai IP semester lalu tidak terjadi
lagi.
Oke, sebelum membahas lebih dalam tentang hikmah liburan
kemaren, aku mau coba flashback tentang apa-apa saja yang terjadi selama
itu.
Waktu menjelang pulang kampung, tepat seminggu sebelum
lebaran, aku sempat galau karena nyari loket untuk pulang kampung. Aku sudah
keliling-keliling kota Pekanbaru, sampe-sampe aku nyasar di bandara SSK tapi
tidak kelihatan juga. Yaudah lah, dengan rasa agak putus asa, belum lagi cuaca
panas yang menyelimuti kota ini, ditambah lagi asap yang terus menyelimuti
udara perkotaan, aku akhirnya berhenti di deretan ruko yang banyak loket
busnya, disekitaran jalan M.Yamin, Arengka II. Mencoba melepas penat sejenak,
sembari menahan dahaga karena aku sedang puasa, aku duduk didepan ruko. Tampak
disitu ada seorang bapak-bapak yang sedang duduk. Dengan sedikit menyapanya, beliau
menjawabnya dengan bahasa jawa yang “Medhok”.
Aku mencoba berbincang bincang dengan beliau dengan bahasa jawa. Ternyata,
beliau sedang menunggu temannya yang mencari bus untuk pulang kampung ke
Semarang, Jawa Tengah. Beliau menerangkan bahwa butuk 4 hari untuk sampai
kekampungnya. “kenapa tidak naik pesawat” tanyaku. Ya, lagi-lagi faktor
ekonomi menjadi alasan. Belum lagi mereka harus membawa keluarganya. Tentu
dibutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Tak lama kemudian, teman bapak tersebut datang, dan merekapun
pulang. Akhirnya aku juga melanjutkan petualanganku untuk mencari bus menuju
kampungku.
Ketika dijalan, aku baru ingat kalau ada bus menuju
Panyabungan (Ibukota Kab.Mandailing Natal) yang loketnya di simpang tabek
gadang. Langsung saja aku segera kesana, dan langsung cari informasi. Loket
pertama, aku tanya berapa ongkos kesana, tapi abang penjaga loket menjawab
dengan nada khas orang Batak yang kental “belum tahu dek, belum ada info
kapan naik ongkosnya menjelang lebaran ini”. Dan akupun segera cari loket lain,
namun sebelumnya aku dikasi kartu nama bus tersebut, sapa tau kalo jadi
berangkat telpon aja, nanti dijeput katanya. Setelah pindah loket, aku bertanya
bertanya kembali seperti pertanyaan semula, dan ternyata kali ini ternyata
mereka menjawab harga tiket belum naik, yaitu 190rb, dan berangkat jam 20.00
tiga hari kemudian. Akupun langsung DEAL dan pulang ketempat saudaraku (mau
pulang di kost sudah tidak ada orang, pada pulang kampung).
Setelah tiga hari kemudian, aku telah menyelesaikan praktikum
wajib yang diadakan untuk jurusanku di semester ini. Menjelang pulang, aku yang
menggagas acara buka puasa bersama untuk kelas kami, ternyata pada gak jelas.
Benar saja, ketika selesai praktikum, mereka langsung pulang kealamnya
masing-masing tanpa ada kabar. Yah,,, wajar ajalah, namanya juga kampung mereka
kebanyakan tidak sejauh kampung aku yang jauh diujung kulon sana J.
Sekitar pukul 13.30 aku tidak langsung pulang kerumah saudara
di daerah Kualu, tempat aku tinggal selama beberapa hari ini. Aku memutuskan untuk
membeli beberapa oleh-oleh buat keluarga dikampung, dan juga beberapa pesanan
dari adik laki-laki aku, berupa saprepat sepeda motor dan sebuah tas untuk dia
sekolah. Maklum aja lah, dia baru saja tamat SMP dan kini dia masuk di SMA,
disebrang kampung.
Yosh... akhirnya, setelah asar aku pulang, dan berkemas untuk
mengemasi barang di koper, dan juga ransel. Dan yang membuat pulang kampung
kali ini agak ekstrem, yaitu kalkulasi aku tentang uang keluar ternyata salah. Duit
yang dikasi orang tua ternyata pas-pasan saja, setelah tadi habis untuk beli
ini-itu, bahkan saldo tabungan milikku juga terpaksa kesedot habis. Memang,
masih ada beberapa puluh ribu untuk pegangan dijalan, namun tampaknya bakalan
gak bisa jajan nih. L
Yah, dengan sisa uang didompet sekitar 70ribuan saja, dan
berusaha ngirit seirit-iritnya. Uang segitu juga pasti bakalan kepotong sekitar
40ribuan untuk nyambung angkutan ke pedesaan, yang juga termasuk kearah desaku.
Itu berarti, tinggal 30ribu untuk makan sahur nanti dan gak tahu bakalan sahur
pake apa dan dimana, mengingat ini perjalananku melintasi provinsi Riau dan
Sumut melalui jalur memutar, dan sudah tentu jarak yang ditempuh lebih jauh.
Mungkin duit jajan sudah clear, begitu juga uang untuk nanti
untuk sahur. Tapi, sekali lagi, hati ini masih harap-harap cemas dimana kiranya
kalau ada sesuatu yang tidak terduga, tentu bakalan repot nih. Namun, akhirnya
hari senja menjelang malam membiasakan hati ini untuk tetap optimis dan pasti
perjalanan ini akan menjadi menyenangkan. Setelah santap buka puasa, dengan
segenap hidangan yang disediakan oleh wawak, tempat aku numpang selama kurang
lebih seminggu ini, aku makan agak banyak. Wajar saja lah, soalnya aku khawatir
kalau nanti aku gak bisa makan sahurJ.
Dan kemudian, ketika menjelang isya, ternyata wawak memberi
aku uang 50ribu, katanya sih untuk jajan aku dijalan. Aku sontak saja terkejut
dan sudah pasti sangat bersyukur, karena dapat menenangkan sedikit rasa
khawatir ini. Kumandang adzan Isya pun terdengar, wawak laki-laki kemudian
pamit untuk kemesjid sholat Isya dan Tarawih, sementara wawak Perempuan
dirumah, katanya mau nemenin aku, begitu juga dengan anak laki-laki yang
tertua, bang Irvan.
Aku kemudian melaksanakan sholat isya dirumah, dan tak lupa
untuk berdoa semoga Allah SWT memberikan perlindungan dijalan nanti. Setelah
selesai sholat, tak lama kemudian Hpku berdering, dan aku langsing menjawab
panggilan itu. Ternyata, pak itu adalah pak supir. Dengan logat khas orang
bataknya, beliau bertanya dimana alamatku, agar bisa dijemput dirumah. Udah
dikasi tau pun, tetap aja gak ngerti dia :O. Akhirnya, dengan inisiatifku
sendiri, aku memutuskan untuk menjemput mereka yang katanya sudah didepan pintu
perumahan *** ini. Setelah keluar, langsung tampak mobil minibus kecil berwarna
putih, berkapasitas standar 12 penumpang. Aku langsung menghampirinya, oh
ternyata benar saja, itu mobil yang dimaksud. Akhirnya, sesampai dirumah,
langsung saja semua abrakan yang sudah kupersiapkan dimasukkan dalam bagasi
mobil.
Setelah berpamitan dan mengucapkan salam perpisahan, (tapi
hanya perpisahan sementara loh ya) aku naik mobil itu, duduk di belakang
supir seperti seorang eksekutif yang pulang dari kantor :D. Setelah itu, aku
tidak langsung capcus pergi kekampung, tapi harus transit dulu diloket,
sembari menunggu beberapa penumpang.
Sekitar 30 menit kemudian, barulah aku dan penumpang lainnya
masuk kemobil dan langsung go away ketempat tujuan. Aku duduk disamping
pak sopir yang sedang mengendarai mobil, dan disebelah seorang bapak-bapak yang
sedang menjadi kernetnya. Satu persatu penumpang naik, sehingga memadati isi
mobil ini, hingga yang tadinya dibarisan kursi depan hanya ada aku, pak sopir
dan pak kernet, kini bertambah satu yaitu ibu-ibu paruh baya. Tentusaja semakin
sempit ini kursi, bukan lagi kelas eksekutif, tapi mungkin kelas oplet 64. Dan
sepanjang perjalanan, pak sopir dan pak kernet ngobrol dengan asyiknya
menggunakan bahasa Mandailing yang tidak aku mengerti. Well otomaticaly you
know how is my feel. Dengan lagak sok gak perduli, aku tetap santai dan
berusaha menikmati perjalanan ini.
Sekitar 3 jam perjalanan, sampailah kami di kampung ****[sensor
karena lupa namanya] dan ternyata orang yang disebelah kiriku yang tadinya
kupikir pak kernet ternyata turun dari mobil. Well, lumayan lega lah untuk sekedar
memanjakan bokong, karena ada sedikit ruang untuk duduk.
Hingga akhirnya, sampailah saat-saat yang ditunggu-tunggu,
yaitu sahur on the street, [maksudnya bukan bagi-bagi takjil dijalanan kaya
di Jakarta ya] dan langsung aku turun dari mobil. Waktu saat itu sekitar
pukul 03.30 dinihari. Aku yang sedang sempoyongan karena efek guncangan mobil
dan juga efek jendela mobil yang terbuka sepanjang perjalanan turun dari mobil
dan duduk didepan teras sebuah warung. Namun, para pasukan penyerbu datang, [maksudnya
gerombolan mosquito] dan akupun masuk kedalan warung. Dengan membeli
sebotol minuman soda, aku duduk dikursi menghadap ke tivi yang sedang
menyiarkan chanel Gheographic. Dan tentu saja aku pesan semangkuk mie instan
rebus pakai telur sebagai menu sahurku.
Sebagaimana layaknya kebanyakan orang Indonesia, aku tidak
lupa untuk men-capture makanan yang menjadi penyedia energi puasaku
selama dijalan ini. Tadinya sih mau ku upload ke instagram. Tapi, signal
didaerah ini sangat buruk. Yaudah lah, gak jadi kalau gitu.
Makan sahurpun sudah selesai. Dan transaksi pembayaran pun
dimulai. Ternyata, tidak begitu mahal kok, syukurlah batinku. Masih diwarung
itu, aku duduk dan disampingku duduk pula ibu-ibu paruh baya yang juga sebangku
denganku dimobil tadi. Diapun mulai bertanya kepadaku.
“mau kemana nak”.
“ke Panyabungan buk”.
“oh... aha do margamu? (apa margamu?)”.
“gak ada buk, saya orang jawa”.
To the point ibu tu nanya marga saya. Tentu saja kujawab aku gak
punya marga. Satu-satunya yang kutau hanya margasatwa J.
Setelah perbincangan kecil tadi, akupun mulai merasakan
kegundahan hati seperti dalam lagu Ridho Roma yang liriknya kalau gak salah “Sekian
lama.... aku menanti, untuk kedatanganmu.....” (Hayo,,, yang nyanyi berarti
fansnya bang Rido).
Maksudnya siapa lagi kalau bukan minibus eksekutif kelas 64
ala oplet angkutan kota J. Hingga menjelang waktu imsyak, barulah mobil itu datang.
Dengan semangka 45, eh... maksudnya semangat 45 aku kembali duduk di kursi
mobil itu sembari menghayati kelanjutan perjalanan panjang ini. Setelah sekian
lama berjalan, kulihat arah tanganku, dimana disitu melekat jam tangan murahan
yang baru kubeli menjelang pulang, waktu menunjukkan pukul 05.00. tentu saja
sudah waktunya sholat shubuh bagi yang menjalankannya. Yah, akhirnya mobil ini
berhenti di sebuah SPBU dan pak sopir memarkirkan mobilnya setelah isi bahan
bakar didekat mushola. Mungkin sedang buang air beliau. Akupun tidak mau
ketinggalan untuk turun dan melaksanakan sholat subuh.
And then, after all aku melanjutkan perjalanan ini. Taklama juga, ibu paruh baya
yang tadinya duduk disampingku, ternyata sudah sampai di tujuannya. Dan tentu
saja ruangan sempit ini menjadi sangat lengang. Dan begitulah seterusnya.
Yah,.... mungkin ini ceritanya terlalu detail untuk anda
baca. Memang semata-mata bukan untuk dibaca oleh orang lain sih, tapi ini hanya
sebagai latihan saya agar terbiasa untuk menulis dan siapa tau nanti calon
bidadariku akan bisa membacanya suatu hari nanti J.
Dilanjut lagi ya.... Singkat cerita, setelah menempuh
perjalanan sekitar 12 jam semenjak
keberangkatan aku tadi malam, sampailah aku disebuah kota yang dijuluki kota
salak. Itu lho, kota yang menjadi ibukota Kabupaten Tapanuli Selatan.
Namun, yang tidak aku sangka-sangka, ternyata aku malah dibawa ke loket bus
kelas 64 lainnya yang menuju kekampungku. Katanya sih dia gak
sampai kesana ngantar sewa. Tapi kemaren aku pesan tiket kok tetap
dilayani. Yaudah lah, gapapa yang penting sampai juga dikampung. Namun, sebelum
dioper, katanya kalau mau langsung sampai ke kampungku, harus nambah ongkos
50rb lagi. Lha.... ini gimana tho. Alasan dia sih, karena tiket
yang kupesan hanya sampai ke kota saja. Tapi yaudah lah, sekali lagi legowo
aja. Setelah bayar uang tambahan yang diminta, kukira langsung bisa naik, tapi
ternyata................ malah disuruh nunggu lagi diloket yang juga menjadi
warung yang tutup karena bulan puasa, namun ternyata didalamnya orangnya
lumayang ramai. Sambil ngerumpi, minum teh dan makan gorengan, tampak beberapa
ibu-ibu dan bapak-bapak sedang menikmati menu sahur mereka dipagi hari yang
cerah dikala matahari sudah menyengat kulit. Yah, istilah syar’i nya itu
ikhtilat kalau gak salah. Itu lho, sebutan untuk orang-orang pria dan wanita
yang bukan muhrim ngumpul-ngumpul di satu tempat.
Lagi-lagi aku hanya bisa legowo
dan kali ini mungkin legowo yang aku capai pada level tertinggi. Akupun
meletakkan koper dan tas ransel disebuah ruangan disamping ruang ngerumpi para
orang-orang yang sedang sahur itu. Iya, sedang sahur untuk puasa yakiyok atau
juga dikenal dalam bahasa jawa isuk-isuk buka priuk (pagi-pagi buka priuk).
Yah, mungkin saja mereka belum nyari hidayah. Kenapa saya katakan
begitu? (nb: keinget waktu masih aktif berseragam putih abu-abu ada salah seorang
guru yang berulang kali berkata seperti pada kata yang dicetak bold
italic, kalau dihitung-hitung bisa lebih dari 20X dalam satu
pertemuan). Mereka belum mencari hidayah karena menurut blog yang saya baca dan
notabene itu blog dosen saya sendiri mengatakan “Hidayah itu seperti cahaya.
Ia takkan menerpa kamar kalau jendela tertutup”. Weish, keren bukan
kata-katanya? Yah, namanya juga dosen. Lagian dosen itu rada-rada satu spesies
dengan saya kalau didunia maya. Maksudnya, ada kesamaan cara ngalay dalam
menulis artikel.
Oke, itu tadi beberapa patah kata
dari saya, mulai dari guru sampai dosen, dan juga mulai dari puasa iyakiyok
sampai ngalai di dunia maya. Kembali ke cerita perjalanan selanjutnya. Karena
aku sedang dalam keadaan puasa, aku harus bisa menjaga pandangan, sikap atau
apapun lah itu yang bisa mengurangi atau bahkan menghilangkan pahala puasa.
Kebetilan disitu ada ranjang kecil dengan kasur tipis, mirip kasur yang
kutiduri di kost beserta bantalnya. Akupun tidur diranjang itu. Aku tidak tahu
apa lagi yang terjadi selagi aku tidur, jadi langsung di skip aja waktu aku
terbangun. Jam sebelas aku bangun, dan aku keluar dari warung itu. Kulihat
mobil yang tadinya tetonggok didepan masih ada di situ. Tak lama kemudian,
beberapa orang menaikkan barang keatas mobil, dan tibalah saatnya, sekitar jam
11.30 aku berangkat.
Singkat cerita, tibalah mobil ini
dikota Panyabungan, sekitar 80 KM dari kampungku. Saat itu, waktu menunjukkan
pukul 02.00. setelah naik-turun sewa, tapi yang naik lebih banyak dari yang turun.
Wal hasil, kembalilah seperti semula, yaitu duduk empit-empitan. Ada suatu
moment dimana disaat itu, mobil yang kutumpangi ini sedang menjemput tiga anak
perempuan, yang merupakan siswi sekolah di salahsatu SMK dikota ini. Setelah
menjemput mereka, aku sendiri sedih dan galau bukan main. Gimana tidak, mereka
memakai baju putih abu-abu seragam sekolah, transparan, hanya saja mereka
menggunakan tanktop. Salah satu diantara mereka tidak mengenakan hijab. Menurut
aku, dia lumayan cantik sih, dengan kulitnya yang hitam manis. Udah gitu, dia
pulak yang paling mentel diantara ketiga siswi tersebut. Dan lebih parah lagi,
mereka bertiga duduk disamping kiri aku. Waktu itu, aku duduk di kursi paling
kanan dibelakang sopir. Yah... otomatis kami sedikit berdesakan duduk disitu.
Aku pura-pura gak open dengan mereka, dan sepanjang perjalanan aku diam tanpa
kata. Dengan perasaan gundah gulana, dikarenakan aku gak sempat sholat, aku
termenung seolah-olah cuma ada aku dimobil itu. Jalan demi jalan dilalui, dan
beberapa rintangan pun harus dihadapi. Mulai dari proyek pelebaran jalan, tanah
yang dilongsorkan, hingga pasar tumpah. Lagian kenapa sih pemerintah mepet
bener mau benerin jalan. Dan kenapa pula disaat bulan puasa, dimana yang
seharusnya konsumsi masyarakat berkurang, ini malah bertambah. Terbukti dengan
ramainya pasar tumpah dipinggir jalan, hingga memakan hampir separuh badan
jalan. Dan tentu saja ini menimbulkan macet panjang, hingga hampir sejam kami
bermacet ria disitu.
Disaat bermacet-macetan di pasar
itu, aku tidak lupa mengeluarkan si SONY untuk mengambil photo-photo keadaan
pasar tersebut. Itung-itung dokumentasi lah, biar bisa jadi kenang-kenangan.
Kembali disingkat ceritanya, waktu adzan asarpun kini telah berlalu. Aku
semakin galau gak karuan. Perjalanan masih jauh, dan penumpak kembali
naik-turun ditangah padatnya jalanan, dan sampai penuh sesak mobil ini,
sampai-sampai pak sopir harus menolah penumpang yang mau naik.
Tibalah saatnya sampai di
Sinunukan, sekitar 10 KM dari kampungku. Berhubung ini mobil antar jemput, jadi
pak sopir harus ngantarin penumpang satu-persatu, beserta barang yang ada
diatas mobil, yang ternyata paketan dari seseorang. Tibalah akhirnya diloket
mobil tersebut, masih di Sinunukan, namun kini sudah agak dekat dengan kampung
halaman. Saat itu sedah pukul 06.00. waktu berbuka sekitar pukul 06.40. jadi,
masih ada waktu sekitar 40 menit untuk aku pulang dan menjamak sholat. Tidak
lama kemudian, adikku datang menjemput, dan akupun langsung tancap gas pulang
kerumah.
Tibalah dirumah, aku langsung
salaman sama kedua orang tuaku, dan langsung sholat. Setelah sholat, terdengar
suara adzan maghrib berkumandang, dan tibalah saatnya untuk buuka puasa.
Alhamdulillah, Praise to ALLAH. Aku sampai dengan selamat, dan bisa
melaksanakan kewajibanku, meskipun aku sebagai musafir sehari.
Dengan candaan kecil, aku berbuka puasa dengan keluarga.
Rasa lelah, rindu dan galau gulana hilang sudah. Kini telah berganti dengan
senyum dibibir kami, dan terkusus orang tuaku yang sudah kangen sama anak
sulungnya yang ganteng ini J.
TO BE CONTINUED
0 komentar:
Posting Komentar