Ketika kecil, saya tinggal di Desa Bintungan Bejangkar, Kecamatan
Batahan, Kabupaten Mandailing Natal. Desaku merupakan sebuah desa kecil yang jauh dari akses ke kota. Fasilitas umum
yang biasa dijumpai di kota dengan mudah seperti rumah sakit, sekolah, dan
kendaraan umum sulit ditemukan. Bahkan, untuk rumah sakit harus menempuh
perjalanan kurang lebih 70 KM ke ibukota kabupaten, Panyabungan.
Ketika itu, saya masih duduk di kelas dua sekolah menengah pertama.
Saya menderita demam tinggi hingga seminggu lebih. Orang tua saya sudah membawa
saya ke bidan desa baik di desaku, maupun ke desa tetangga. Namun, demam yang
saya alami masih belum juga turun. Bukan hanya demam tinggi, namun setiap
makanan yang saya makan kembali dimuntahkan, seolah-olah perut tidak ingin
menerimanya.
Ayah yang sudah bersusah payah pergi kesana-kemari membawaku
berobat tidak lantas menyerah. Akhirnya, ayah memutuskan untuk libur bekerja
untuk mengantarku ke sebuah desa yang bisa dibilang sudah lumayan maju, karena
disana ada seorang dokter yang membuka praktik. Dengan mengendarai sepeda motor
pinjaman tetangga, saya dan ayah pergi.
Sesampai disana, tidak disangka-sangka ternyata dokter yang dituju
tidak ada. Menurut penuturan warga sekitar, dokter tersebut sedang pergi ke
Medan. Kamipun singgah di rumah makan yang terletak di seberang klinik dokter
tersebut, dan memesan makanan. Kebetulan dari rumah tadi kami belum sarapan.
Dengan tubuh lemas, saya mencoba untuk memakan makanan yang dihidangkan
Setelah makan, saya merasa agak mual. Sayapun meminum beberapa
kapsul obat yang dibawa dari rumah. Dengan terus menahan mual, saya berbaring
di rumah makan tersebut, dengan ayah sebagai penjaganya. Setelah merasa lebih
baik, saya akhirnya pulang kembali kerumah. Sejak saat itu, demam saya
berangsur-angsur sembuh.
Namun, hal yang menarik adalah ketika saya sudah sembuh, ayah
bercerita kepada saya dan ibu bahwa ketika ayah kecil dulu, ia juga pernah
mengalami hal yang sama persis. Ketia itu, ayah demam, dan dibawa oleh kakek
untuk berobat. Namun, karena bidan sedang tidak ada, akhirnya mereka makan di
rumah makan. Seketika itu, demamnya juga brangsur sembuh.
0 komentar:
Posting Komentar