Hari itu, tepat tanggal 2 syawal 1436 H (18 Juli 2015), banyak umat muslim di desaku masih larut dalam suasana lebaran. Seperti sudah menjadi tradisi, masyarakat disini sangat hobi menghabiskan waktu untuk berlibur dipantai, dan menghabiskan waktu bersama keluarga, demikian juga dengan aku.
Namun, hari itu aku agak kurang mood karena memang aku sedang ingin menyendiri di kamar sambil nonton serial anime kesukaanku. Berkali-kali adikku yang laki-laki mengajakku kepantai, namun aku menolaknya. Namun, aku tidak sampai hati menolak ajakan adik perempuanku yang ingin berlibur kepantai, bersama dengan tetangga sebelah sekeluarganya.
Akupun akhirnya berangkat, dengan membawa pancing minjam dari ayah, dengan niat mau memancing dilaut. Setelah berjalan sekitar satu jam, aku beserta rombongan sampai di tempat tujuan. Berhubung pantai ini sangat luas, kami langsung menuju ketempat yang agak jauh dari keramaian, dengan tujun untuk menikmati sejuknya angin pantai yang nyaman, dan sambil memancing.
Sesampai dipantai, akupun langsung nyebur ke pantai, dan membentang jaring ikan yang dibawa oleh “kepala rombongan”. Setelah menebar jaring, dan ditunggu-tunggu ikanpun tak kunjung dapat. Akhirnya, dengan rasa kebosanan yang mulai memuncak, aku memutuskan untuk menyudahi berendam di air asin itu, dan berjemur ala “bule bego’” sendirian dipinggir pantai berpasir putih dengan cahaya matahari terik, karena saat itu memang sedang tengah hari.
Setelah main jemur-jemuran, aku yang memakai celana jeans basah karena nyebur tadi, dan aku juga lupa tidak lupa gak membawa pakaian ganti, akhirnya aku kembali ke tempat peristirahatan awal untuk makan siang dengan bekal yang dibawa.
Setelah selesai menyantap bekal makan, aku bersantai sejenak diatas pohon rindang sambil menatap ombak yang bergulung-gulung di pantai.
Dan tak lama kemudian, datanglah SUV produksi toyota dengan brand Fortuner warna putih susu tipe trd sportivo keluaran terbaru (maaf kalo terlalu detail saya menggambarkan mobilnya, karena saya juga pecinta otomotif J ) mendekat kearah kami. Benar saja dugaan kami, ternyata keluarga besar pak Anto yang sedang menikmati liburan keluarga.
Satu persatu anggota keluarga mereka turun, dan kulihat salah satunya adalah anak pertama mereka yang perempuan, sebut saja namanya Vany (bukan nama bohonganJ) turun. “Oh... sudah besar sekarang dia ya, dan terlihat semakin cantik saja” batinku dalam hati. Setelah berbincang –bincang, akhirnya mereka menggelar tikar dan membuat tempat peristirahatan tepat disamping kami. Mereka pun mulai mengeluarkan perbekalan dari bagasi mobil, terlihat bagasinya sangat penuh dengan toples – toples makanan, mulai dari ke lebaran, buah-buahan, mie instan, termos air panas, termos es, ayam yang sudah siap bakar, dan tak lupa juga ban untuk berenang dipantai.
“busyet dah.... ni orang mau liburan apa pindahan ya”, bisik kami. Aku masih duduk santai diatas pohon cemara nan rindang sambil memandangi mereka pada sibuk sendiri nyusun barang pindahan mereka.. eh, salah. Maksudnya barang barang bekal mereka. Dengan cepat mereka menyusun batu-batu dan mengumpulkan kayu untuk dibuat perapian untuk memanggang ayam. Ibu Vany memanggilku dari tempatnya duduk, untuk mengajakku bergabung bersama mereka. Aku awalnya segan, karena terlihat liburan mereka meskipun di pantai pinggiran hutan, tapi tetap saja terlihat “elit”. Dan aku hanya meng-iyakan panggilannya namun aku masih tetap berada diatas pohon.
Beberapa saat kemudian kembali Buk Erna (panggilan akrab ibunya Vany) kembali memanggilku. Tampaknya kali ini aku agak dipaksa untuk atang ketempat mereka. Akupun turun dari pohon, dan dengan gaya sok sibuk datang membantu mereka yang sedang bakar ayam, (walaupun sebenarnya ga’ ngapa-ngapain). akupun duduk bersila dengan mereka, mendengan merea berbincang dengan diselingi canda dan sesekali kamipun tertawa. Aku sendiri hanya terdiam, sambil sesekali larut dalam canda mereka.
Bu’ Erna, sepontan bertanya kepadaku “kau kuliah dimana Yut?”. “Dipekanbaru buk” jawabku singkat. “udah semester berapa, kok gak kuliah di Medan aja, dekat sama sodara?”. “ah, bosan buk. SMK udah disana, sekali-kali mau pigi jauh dari sodara” jawabku. “Kau jurusan komputer ya” sambung seorang pria yang dipanggil Om Iwan, yang tenyata teman ayahku. “Iya lek” kataku singkat. “Oh, berarti sama dengan si Uci” sambungnya. “Uci siapa lek” tanyaku bingung. “anak Lelek yang kuliah dimedan” jawabnya.
Sepertinya mereka mereka mulai mengajakku becanda. Hingga pada saat Buk Erna bertanya kepadaku “Pacarmu mana Yut”. “ya di Pekanbaru lah pacarnya, gak dibawa kesini”. Jawab buk Popy, yang merupakan keponakan dari Buk Erna. “Ha...ha...ha... ga’ lah buk, aku gak punya pacar” jawabku, sambil tertawa ringan. “Wah, sama lah sama Vany, sama-sama jomblo” kata Buk Erna dengan nada becanda. Dan kulihat Vany saat itu hanya tersenyum. “Mau fokus kuliah dulu. Ntar kalo udah tamat kuliah baru...... (berhenti sejenak ) nikah langsung, gak pake pacaran” kataku becanda. Mereka pun tertawa mendengar jawabanku. Buk Erna pun kembali meladeni candaanku “wah,... berarti kau udah punya calon yut...  siapa...? anak ibuk (sambil menatap kearah Vany yang sedang asik dengan gadgetnya)”. “apanya mama ni, bang Sayuti tu abang awak lho ma, abang kelas dulu waktu SD”. Vany pun langsung menanggapi perkataan Mama nya. “Emang direstui yuk kalo Vany sama Yuti menikah..?” kata salah Bu’ Neny, salah satu adik Buk Erna. “Ya kalo jodoh mau gimana lagi, harus direstui tho”. Jawab Buk Erna.
Dengan berbincang ringan, Buk Erna menjelaskan kalau Vany yang kini masih duduk di SMA kelas 3 ini akan melanjut kuliah di salah satu Perguruan Tinggi yang terkenal di Medan, bahkan di Indonesia, mengambil jurusan Kedokteran. Yang membuat aku tercengang adalah bagaimana orang tuanga memfasilitasi Vany untuk kuliah disana, mulai dari membeli rumah di Medan, dengan ukuran yang cukup luas, dan hanya ditinggali oleh Vany seorang saja,  meskipun dia masih setahun lagi akan kuliah.
Belum lagi Vany ikut bimbingan belajar di salah satu lembaga bimbel terbaik di Indonesia, dengan mengambil paket Gold, dan mendapat jaminan lulus masuk perguruan tinggi di Indonesia. Pada jamanku saja, untuk mengambil paket regular biayanya sudah 2,9 juta dan itu sudah dipotong discount prestasi, pelunasan tepat waktu serta cashback lainnya. Untuk mengambil paket gold, mungkin sekarang sekitar 20 jutaan.
Tapi itu bukanlah apa-apa untuk orang tua Vany yang ayahnya seorang pengusaha Sawit terkenal di desaku, bahkan untuk satu Kecamatan, semua tau siapa orang tua Vany. Serta beberapa usaha lainnya, seperti toko grosir, toko alat-alat pertanian, dan ditambah lagi ibunya yang merupakan seorang bidan desa yang cukup terkenal di kampungku. Sangat wajar bila Vany mendapat fasilitas mewah lainnya yang diberikan orang tua Vany ketika kuliah nanti,seperti mobil sendiri, dan sepeda motor, serta sebuah rumah yang cukup luas dan hanya ditinggal oleh dirinya sendiri.
Jujur saja, aku sempat terlena dengan apa yang ada pada diri Vany, seorang wanita yang dulu sempat satu sekolah denganku di SD, dan aku masih ingat dulu bagaimana dia bertingkah laku serta sifatnya yang manja. Kini Vany telah tumbuh menjadi seorang gadis remaja yang cantik, dan dengan sifat feminim serta keluguan seorang wanita  dengan segala kelebihan harta yang diberi orang tuanya, serta kasih sayang orang tua dan saudara-saudara yang harmonis, dan menjadikan dia gadis yang sempurna setidaknya dimataku.
Kalau saja candaan Buk Erna tadi kejadian beneran, maka mungkin ini akan seperti kisah Nabi Muhammad dan Khadijah Ra (dengan versi yang sudah direvisi J). Tapi tentu tidak mudah untuk menggpai apa yang dikhayalkan olehku, belum lagi dengan keadaan orang tuaku yang serba pas-pasan, dan pekerjaan ayah hanya petani, peternak sapi dan kambing yang tak seberapa jumlahnya serta buruh serabutan. Sedangkan ibuku hanya ibu rumah tangga dan pedagang kecil yang membuka warung kopi dirumah, dan sudah tidak seramai dulu seiring dengan persaingan yang makin meningkat. Sangat berbanding terbalik dengan orang tua Vany.
Yosh... balik lagi ke aktivitas liburan dipantai. Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya ayam bakarnya sudah matang, dan kami makan bersama-sama sert dengan suguhan aneka buah. Aku sendiri merasa sangat kekenyangan, dan tak sanggup lagi rasanya menelan makanan, yang terus saja diberikan oleh Buk Erna.
Setelah makan, aku melihat waktu sudah pukul 14.00 dan segera bergegas untuk mencari tempat untuk sholat zhuhur. Berhubung pantai ini di pinggiran hutan dan kebun milik salah satu perusahaan BUMN, jadi untuk menuju ke masjid terdekat jauh, sehingga aku harus sholat dibawah puhun dengan alas daun-daun seadanya.
Setelah sholat, aku kembali duduk di tempat peristirahatan mereka. Namun, satu persatu mereka membubarkan diri pergi ke pantai untuk sekedar jalan-jalan menikmati suasana pantai. Akupun mulai merasa bosan, sehingga aku memutuskan untuk pergi juga.
Aku berjalan dipinggiran pantai dibawah pohon yang rindang (mirip tempat syuting film India)  dan tiba-tiba ada yang memanggilku. Ternyata om Manto, adik kandung Buk Erna yang sedang duduk dibawah pohon. Aku pun segera menghampirinya. Dengan duduk disampingnya, kami mengobrol tentang keluarganya yang sempat berpindah-pindah, serta cerita tentang anaknya laki-laki tertua memilih tidak melanjutkan studinya ke perguruan tinggi meski orang tuanya terbilang mampu dan sangat mengharapkan anaknya untuk kuliah.
Aku masih dengan om Manto hingga menjelang sore. Tiba-tiba Vany datang bersama kedua tantenya pergi ke tepian pantai yang berkarang. Dengan sedikit menyapa, ia lewat didepanku. Hingga tak terasa, air laut ternyata sudah mulai pasang. Aku melihat jam sudah menunjukkan pukul 16.00. Akupun segera bergegas untuk mengemasi barang-barangku dan memanggil adikku yang masih saja asik bermain air dilaut.
Tiba-tiba Buk Erna yang masih di pondok menyuruhku untuk menjemput Vany dan kedua tantenya untuk kembali ke tempat peristirahatan dan bersiap untuk pulang. Akupun menuruti perintah beliau (sebagai calon menantu yang baik J) dan pergi ke tepian pantai yang tempat dimana Vany pergi. Setelah sampai, kudapati Vany dan kedua tantenya sedang asyik berfoto ria. Belum sempat aku  mengajak mereka pulang, tantenya malah mengajak aku untuk gabung bersama mereka untuk berfoto bersama. Akupun turut bersama mereka berfoto ria. Namun, sayangnya yang jadi juru fotonya adalah Vany. Dengan memberikan instruksi “bang, gayanya lah” kata Vany sambil bersiap memotret kami. “abang gak pande begaya”  jawabku. Setelah beberapa kali jeprat-jepret akhirnya kuberitahu kalau kami harus pulang. Dan sebagai penutup, aku meminta Vany untuk memotoku sendiri sekali lagi. Setelah itu, aku meminta ia untuk mengirim photo tadi ke hpku. Setelah dicoba bolak-balik namun ternyata tidak dapat terkirim juga. “Ni bang, sambil jalan aja dikirim photonya (sambil memberikan smartphone nya, setelah kuperhatikan, tenyata itu adalah smartphone tertipis yang pernah dibuat manusia dan sudah pasti harganya mahal J)” kata Vany. Akupun mencoba menandai beberapa foto dan mencoba mengirimnya melalui bluetooth ke hpku, namun tetap saja gak bisa ngirim foto. Hingga akhirnya kami sampai di tempat peristirahatan yang dituju, aku memberikan smartphonenya. “Bisa bang kirim photonya” kata Vany. “Gak bisa. Udah lah, kapan-kapan aja” jawabku.
Setelah itu kamipun menyusun barang masing-masing. Vany dan keluarga pulang dengan mobilnya, dan disusul oleh aku. Kami akhirnya berpisah di jalan, karena kami mengambil jalan jalan yang berbeda (jalan untuk pulang kerumah lho, bukan jalan ke hatimu J).
Demikian pengalamanku yang unik (menurutku), dan kujadikan sebagai salah satu motivasi dala menjalani hidup dan setidaknya ada cita-cita yang aku siapkan dari sekarang.
Lalu, apa hubungannya “IS MONEY EVERYTHING”dengan pengalaman pribadiku mungkin hanya cerita pendek dan mungkin tidak berarti bagi anda...?
Jika kita berpikir tentang uang, mungkin itulah yang menjadi tolak ukur kesuksesan bagi seseorang dalam hidupnya, seperti berlomba-lomba mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya demi memperbaiki taraf hidupnya, atau ada juga yang sekolah tinggi-tinggi untuk mendapat pekerjaan yang layak dan gaji besar. Namun, banyak juga yang terlena karena uang. Banyak yang telah dibutakan oleh uang, bahkan menuhankan uang sebagai segalanya baginya.
Uang memang menjadi faktor penting dalam menjalani hidup ini, namun seharusnya tidak segalanya diukur dengan uang. Tujuan hidup ini sejatinya adalah menjadi kaya dengan berbagai bidang, ada yang kaya dengan ilmu, ada yang kaya dengan harta, ada juga yang kaya akan hati. Lantas, apakah hanya dengan kaya harta (uang) bisa membeli segalanya...?
Kaya harta memang penting, namun lebih penting juga kaya hati dan kaya ilmu, karena kekayaan yang abadi adalah kaya hati dan ilmu. Uang hanya menjadi seperti pelengkap kehidupan dan menjadi alat tukar untuk memenuhi kebutuhan hidup.


Jadi, kesimpulan dari cerita yang panjang ini adalah kekayaan akan sangat menentukan arah hidup kita apabila kekayaan yang dimiliki itu seimbang. Hati yang baik akan menentramkan jiwa, ilmu akan memperbaiki hidup, dan uang akan menjadi pemuas nafsu duniawi kita.

1 komentar: