Ahmad Sayuti & Suprianto
Sahabat adalah orang yang dekat denganku diluar keluarga. Itulah arti seorang sahabat menurutku. Semua orang pasti mempunyai sahabat dalam hidupnya, atau paling tidak pernah mempunyai sahabat. Begitu juga denganku.
Aku mempunyai sahabat yang kukenal sejak kelas dua SD. Namanya adalah Suprianto. Dia adalah teman dan sekaligus saudara bagiku. Supri adalah nama panggilan akrabnya sehari-hari. Namun, kami sebagai sahabat memiliki nama panggilan yang spesial. Aku memanggil Supri dengan panggilan “Atlantik” atau ”Jibril”. Nama panggilan “atlantik” kuberikan karena kami sering berdebat masalah wilayah kekuasaan dalam meja belajar dikelas, karena kami sering duduk bersama dalam satu meja. Nama itu juga aku berikan berdasarkan brand merk tas yang ia pakai saat sekolah dulu. Sementara sebutan “Jibril” adalah nama ejekan dari teman-temanku yang lain di SD.
Aku juga memiliki nama panggilan persahabatan. Supri sering memanggilku dengan panggilan “Portugis”.Aku masih ingat persis ia memanggilku dengan sebutan Portugis karena saat kelas 5 SD aku tampil didepan untuk menghapal kisah perjalanan penjajahan Indonesia oleh banggsa Portugis.
Kami saat itu sering berdebat masalah batas wilayah meja yang kami huni. Permukaan meja sering kami coret-coret untuk menentukan batas wilayah “negara” kami. Bahkan kami menyebut diri kami sebagai Presiden untuk wilayah kami masing-masing. Begitu indah masa-masa kecil kami dahulu.
Pertemanan kami berjalan sangat baik, hingga kami remaja. Kami melanjut ke tingkat pendidikan menengah pertama di SMP yang sama. Kami bisa dibilang sehati, karena kami memiliki rutinitas yang sama, yaitu menggembala kambing. Meskipun jarak rumahku dan rumah Supri agak berjauhan, namun kami sering pergi ke pinggiran hutan untuk mencari rumput. Kami tinggal di sebuah desa yang bernama Bintungan Bejangkar. Desa yang terbelakang yang jauh dari sentuhan pembangunan. Saat itu, desa kami masih mengandalkan aliran listrik dari mesin diesel dan jenset pribadi masyarakatnya.
Tanah yang subur, memberikan berkah tersendiri bagi kami. Aku dan Supri juga memiliki hobi yang sama, yaitu bercocok tanam. Aneka tanaman sering kami tanam, seperti mentimun, bengkoang, cabe, semangka, dan beberapa jenis sayur. Meskipun sering kali kami mengalami gagal panen, karena hama babi yang sering memangsa tanaman kami, juga karena faktor pengalaman dan ketidak tahuan akan tipe tanaman tertentu yang membutuhkan perawatan khusus sehingga kami hanya merawat tanaman seadanya.Namun, ketika tanaman kami telah berhasil, hasil yang kami dapatkan masing-masing kami jual dan uangnya kami simpan untuk kebutuhan sekolah. Kembali lagi ceritaku saat kami masuk SMP.
Disaat kami masuk SMP, aku menggunakan sepeda untuk pergi ke sekolah. Sementara itu, Supri mengendarai sepeda motor Astrea Legenda milik ayahnya. Karena jarak rumah kami yang berjauhan, kami tidak bisa pergi bersama. hingga pada akhirnya aku diantara naik sepeda motor oleh ayahku, dan pulangnya aku dan Supri bersama.
Suka duka persahabatan kami semakin terasa karena banyak kejadian yang tidak kami duga datang menimpa salah satu diantara kami silih berganti. Misalnya saja saat Supri dimarah dan dihajar oleh orang tuanya karena memasukkan jarum kedalam buah mentimun yang ia tanam. Supri melakukan itu bukan tanpa alasan. Buah mentimunnya sering dicuri oleh orang-orang sekitar situ, sehingga ia menjadi sangat geram. Ketika pulang dari sekolah, ia diadukan oleh adiknya tentang perbuatan itu. Spontan saja ayahnya marah besar dan menghardik Supri yang ketika itu baru saja turun dari sepeda motornya dan belum sempat ganti baju. Lalu Supri berlari ke kebun mentimun dengan membawa sebilah tajak dan membabat habis tanaman timunnya sembari bercucuran air mata.
Kemudian aku datang kerumah Supri, dan mendapati adiknya dirumah sendirian sedang menangis. Dari adiknya, aku diberitahu bahwa Supri sedang dikebun. Langsung aku menyusulnya, dan ketika itu ia tengah membabat habis tanaman mentimunnya sambil menangis. Aku merasa heran dan kebingungan. Apa yang sebenarnya telah terjadi? Tetapi aku tidak langsung menanyainya. Aku tunggu beberapa saat sampai ia selesai dengan aksi babat habis mentimunnya.
Setelah selesai, iapun duduk dibawah sebuah pohon yang biasa kami gunakan untuk beristirahat. Akupun menghampirinya, dan mencoba menanyainya tentang apa yang sebenarnya terjadi. Setelah Supri menceritakan semua kejadian yang menimpanya, akupun mulai mengerti. Aku tidak bisa memberikan tanggapan apa-apa ketika itu, karena aku sendiri sangat merasakan apa yang telah ia alami. Setelah sekian lama kami dibawah pohon tersebut, lalu Supri dengan sendirinya mengajakku bermain kesungai sembari melihat isi bubu perangkap ikan yang kami pasang kemarin.
Dengan langkah penuh semangat, kami berjalan pulang dan mencari beberapa butir buah sawit untuk umpan dari bubu kami. Setelah mendapat umpan yang cukup, kamipun bergegas pergi kesungai. Hari itu kami puas-puaskan bermain air disungai dan tertawa bersama, seakan semua kegalauan yang barusan menimpa telah hilang terbawa arus sungai yang jernih dan dingin. Kejadian itulah yang masih selalu kuingat dan menjadi kenangan terindah selama bersahabat dengan Supri. Sebenarnya, masih banyak lagi kejadian-kejadian Sebenarnya, masih banyak lagi kejadian-kejadian yang sangat menarik tentang kisah persahabatan kami, namun setidaknya untuk kali ini cukup satu saja.

Persahabatan kami berlanjut hingga kami lulus SMP. Kami memutuskan untuk melanjutkan bersekolah diluar daerah yang berbeda. Pada awalnya, kami masih sering berhubungan. Kami sering bercerita tentang sekolah baru kami, dan berbagi pengalaman ditempat yang baru kami tinggali. Ketika ada kesempatan libur sekolah, kami juga pulang kekampung dan disaat itulah kami berjumpa kembali setelah beberapa bulan berjumpa. Kami sering mengunjungi satu sama lain, bercerita panjang lebar tentang sekolah kami, pengalaman baru yang didapat, dan banyak hal lainnya.
Seakan hilang sudah rasa rindu kami untuk sesaat dimana kami yang sudah cukup lama tidak berjumpa. Bahkan, orang tua kami masing-masing juga sudah tau betapa dekatnya kami. Orang tua Supri sudah seperti orangtuaku sendiri, karena kedekatan kami.
Banyak sudah pengalaman dan ilmu yang kami dapat selama belajar di kota orang. Dengan ilmu yang kami dapat, bahkan prestasi kami juga meningkat. Aku dan Supri adalah juara kelas di kelas dan sekolah kami masing-masing. Mungkin karena motivasi yang tinggi dan semangat belajar yang tinggi sehingga kami bisa mengukir prestasi dikota orang. Menjadi suatu kebanggaan bagi kami paling tidak bisa membawa nama yang positif bagi desa dan nama SMP kami yang sebenarnya sangat jauh tertinggal.
Lambat laun hari berlalu berganti menjadi minggu, bulan dan tahun. Akhirnya sampailah kami diujung tanduk kelulusan sekolah. Setelah selesai ujian, aku tidak langsung memutuskan pulang kampung, namun aku mencoba bertahan untuk mengikuti bimbingan belajar untuk masuk ke perguruan tinggi negri. Sementara Supri sendiri telah kembali kekampung dan mencoba peuntungan mengikuti seleksi masuk kepolisian. Namun apa daya, ia gagal dalam tes tersebut.

Sementara aku masih harus belajar lebih keras lagi untuk menghadapi tes masuk perguruan tinggi. Sebenarnya banyak hal yang aku rindukan dari desaku, namun aku telah memasang target yang tinggi untuk bisa lulus disalah satu perguruan tinggi negri yang aku pilih.
Sekian lama aku menahan rindu dengan desaku, akhirnya masa ujian pun telah selesai. Aku segera booking tiket perjalanan menuju desaku dan berangkat. Kabar gembirapun telah terdengar ketika aku sampai desa, dan sebulan kemudian aku dinyatakan lulus pada salah satu PTN yang kucoba.Didesaku, teman-temanku yang berasal dari alumni SMP yang sama denganku mengajak reuni. Akupun ditunjuk menjadi ketua acaranya. Setelah mempersiapkan acara selama beberapa hari, ditambah lagi kesibukanku untuk mempersiapkan dokumen-dokumen persyaratan untuk melanjut ke perguruan tinggi. Dan akhirnya acara reunipun diadakan, dengan budget seadanya, dan dengan fasilitas yang sederhana kami mengadakan acara reuni SMP sekalian buka puasa bersama. Sementara itu, Supri yang saat itu sibuk dengan pekerjaannya dikebun tidak bisa hadir pada acara reuni tersebut. Ditambah lagi dengan sepeda motor barunya, yaitu Kawasaki Ninja. Seakan-akan Supri telah menjadi sosok pribadi yang lain. Supri bukan lagi seperti sahabatku yang dahulu. Akupun sedikit kecewa padanya, karena egonya yang telah berlebihan dan mengedepankan kesenangan duniawi semata.
Dan akhirnya, ramadhan telah berlalu, dan idul fitri telah datang. Ketika itu, aku sempatkan untuk menemuinya. Aku bertanya padanya, kenapa ia tidak datang pada acara itu. Lalu Supri mengatakan bahwa ia sedang sibuk untuk memodifikasi motor Ninja nya itu. Aku coba untuk memahaminya, meskipun rasa kecewa ini belum sepenuhnya hilang. Mungkin saja ia telah terpengaruh oleh pergaulan yang negatif dari lingkungan sekitarnya, dan ditambah lagi kini Supri telah memiliki kekasih hati yang menurutku tergolong cantik. Dengan tunggangan Ninja hijaunya itu, dan isi dompet yang tebal, apa lagi yang kuran dari Supri? Belum lagi ditambah wajah yang lumayan tampan dan badan yang proporsional, meskipun sedikit agak pendek dibandingkan aku.
Mungkin itulah yang dinamakan roda kehidupan yang berputar. Tidak hanya nasib seseorang yang mudah berubah, namun sifat prilaku nya juga dapat berubah dengan cepat. Sekarang semua tinggal kita selaku pemilik tubuh ini yang menentukan arah dan tujuan hidup yang sementara ini. Selalu berusaha menjadi insan yang bermanfaat bagi orang lain dan bisa memajukan tempat yang kita injak saat ini.
Kisah sahabat terkadang memang manis, namun juga pasti ada pahitnya. Kisah sahabat, selalu diawali dengan pertemuan, kemudian perkenalan, persamaan prinsip, dan mau-tidak mau akan berakhir dengan perpisahan. Mungkin itulah yang bisa aku ibaratkan dengan kisah persahabatanku dengan Supri. Sahabat terbaik yang pernah aku miliki, meskipun pada akhirnya kami telah jauh berbeda. Berita terakhir yang aku dapat adalah Supri telah babak belur dihajar oleh sekelompok orang desa tetangga. Aku mendengarnya beberapa hari lalu dari ibuku yang meneleponku. Ibuku juga belum tau apa masalahnya, namun kasus ini telah sampai ke meja peradilan. Orangtuanya melapor kepolisi, dan menuntut siapa saja yang melakukan pemukulan tersebut. Aku sendiri prihatin dan sedih sekali mendengar berita tersebut. Namun, apa dayaku saat ini yang jauh dari sana. Hanya secercah ucapan doa yang aku beri untuk Supri, semoga ia diberi kekuatan, hidayah, dan kembali sebagaimana Supri yang aku kenal dahulu. Supri yang selalu menjadi teman curhatku, teman sejatiku yang selalu bercanda dan tertawa bersama, dan karakter serta sebutan konyol yang saling kita beri untuk diri kita masing-masing. Aku sangat merindukan hal itu kawan, sadarlah.... kumohon, sadarlah, aku sangat menyayangimu. Aku tidak akan melupakanmu sebagai sahabat terbaikku.

(AS.07/10/14;23:26)

2 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. saya tidak mampu berucap banyak, cuma bisa bilang "DISITULAH TERKADANG SAYA MERASA SEDIH..!!"

    BalasHapus